Perlindungan Hukum Terhadap Anak pada Tahap Persidangan

Saturday 14 September 2013

Perlindungan Hukum Terhadap Anak pada Tahap Persidangan


TUGAS KELOMPOK
Mata Kuliah                :    Perlindungan dan Pemberdayaan Hak Anak
Dosen Mata Kuliah     :    Nurhasanah R, S.E.,S.Pd.I.,M.Pd

MAKALAH

Perlindungan Hukum Terhadap Anak pada
Tahap Persidangan

Disusun untuk Memenuhi Tugas Kelompok pada Mata Kuliah
Perlindungan dan Pemberdayaan Hak Anak

OLEH
KELOMPOK IV
1.      Sukmawati             (11 31 016)
2.      Irmasari                (11 31 006)
3.      Iriani                     (11 31 008)
4.      Ardiana                 (12 31 003)
5.      Kasmira                (12 31 020)
6.      Marhati                 (12 31 024)
7.      Marlina                 (12 31 029)
8.      Santi Aris               (12 31 0   )

PENDIDIKAN GURU RAUDATUL ATFHAL (PGRA)
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM (STAI)
AL-GAZALI BONE
2012/2013


KATA PENGANTAR
بسم الله الرحمن الرحيم
الحمدلله رب العالمين. والصلاة والسلام على اشرف الأنبياء والمرسلين سيدنا محمد وعلى آله وصحبه اجمعين. امابعد

           Assalamu Alaikum Wr.Wb
          Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa pula shalawat dan salam kami panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa manusia dari alam kegelapan menuju alam yang terang benderang.
             Selanjutnya, kami menyampaikan penghargaan setinggi-tingginya dan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu kami selama penyusunan makalah ini, secara khusus kepada :
1.    Dosen Pembina Mata Kuliah, Nur Hasanah, SE, atas bimbingan dan arahannya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
2.    Kedua Orang Tua, atas doa dan bimbingannya.
3.    Rekan Mahasiswa, atas partisipasinya.
          Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami memohon maaf kepada para pembaca apabila terdapat kesalahan didalamnya. Selanjutnya, kami juga mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca guna mencapai kesempurnaan dari makalah ini.
          Semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi kami khususnya dan para pembaca pada umumnya.
              Wassalamu Alaikum Wr.Wb

                                                                           Watampone, 25 Maret 2013


                                                                                    KELOMPOK IV


BAB I
 PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

            Rasa kasih saying merupakan kebutuhan yang paling mendasar dalam kehidupan anak. Terutama rasa kasih sayang yang diberikan dari orang tua. Tetapi dalam kenyataannya, banyak anak dibesarkan dalam kondisi yang penuh dengan konflik sehingga seringkali menyebabkan perkembangan jiwa anak tersebut menjadi tidak sehat. Perkembangan kepribadian anak yang berada dalam situasi seperti itu dapat mendorong anak untuk melakukan tindakan-tindakan negatif yang sering dikategorikan sebagai kenakalan anak.
   Kenakalan anak pada akhirnya bukan sekedar merugikan orang tua dan masyarakat di sekitarnya. Tetapi lebih jauh mengancam masa depan bangsa dan negara, dimana anak merupakan generasi penerus masa depan bangsa dan negara Indonesia.
Atas dasar hal tersebut, anak perlu dilindungi dari perbuatan-perbuatan yang merugikan dirinya sendiri maupun merugikan orang lain di sekitarnya baik kerugian mental, fisik, maupun sosial, mengingat kondisi dan situasi anak yang pada hakikatnya masih belum dapat melindungi dirinya dari berbagai tindakan yang menimbulkan kerugian.
          Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap kepentingan dan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa peraturan perundang-undangan terkait, antara lain UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 3 Tahun 1997 tentang Peradilan Anak dan UU No. 23 Tahun 2003 tentang Perlindungan Anak.
Masalah perlindungan hak-hak anak yang berhadapan dengan hukum, yang terdapat dalam Pasal 66 Undang-Undang No. 39 Tahun 1999, menentukan bahwa:
a. Setiap anak berhak untuk tidak dijadikan sasaran penganiayaan, penyiksaan atau penjatuhan hukuman yang tidak manusiawi;
b. Hukuman mati atau hukuman seumur hidup tidak dapat dijatuhkan untuk pelaku tindak pidana yang masih anak;
c. Setiap anak berhak untuk tidak dirampas kebebasannya secara melawan hukum;
d.  Penangkapan, penahanan atau pidana penjara anak hanya boleh dilakukan sesuaidengan hukum yang belaku dan hanya dapat dilaksanakan sebagai upaya terakhir;
e. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak mendapatkan perlakuan secara manusiawi dan dengan memperhatikan kebutuhan pengembangan pribadi sesuai dengan usianya dan harus dipisahkan dari orang dewasa, kecuali demi kepentingannya;
f. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak memperoleh bantuan hukum atau bantuan lainnya secara efektif dalam setiap tahapan upaya hukum yang berlaku;
g. Setiap anak yang dirampas kebebasannya berhak untuk membela diri dan memperoleh keadilan di depan Pengadilan Anak yang objektif dan tidak memihak dalam sidang yang tertutup untuk umum.
B.     Rumusan Masalah
A.  Apa tugas hakim pengadilan anak ?
B.   Apa tujuan perkara pidana anak ?
C.   Apa saja dasar pertimbangan keputusan hakim ?
D.  Apa saja sanksi anak nakal ?

C.    Tujuan Penulisan
A.    Mengetahui tugas hakim pengadilan anak.
B.     Mengetahui tujuan perkara pidana anak.
C.     Mengetahui dasar pertimbangan keputusan hakim.
D.    Mengetahui sanksi terhadap anak nakal.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Hakim Pengadilan Anak
Pada dasarnya, Hakim yang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara anak nakal diperadilan tingkatpertama/pengadilan negeri disebut Hakim Anak. Hakim Anak ini ditetapkan dengan Surat Keputusan Ketua Mahkamah Agung atas usul Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan melalui Ketua Pengadilan Tinggi. Hakim memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama sebagai hakim tunggal. Adapun syarat-syarat untuk dapat diangkat sebagai Hakim Anak adalah :
a.    Telah berpengalaman sebagai Hakim di pengadilan dalam lingkup Peradilan Umum
b. Mempunyai minat, perhatian, dedikasi, dan memahami masalah anak.

B. Penyidangan Perkara Pidana Anak
       Tujuan penanganan perkara pidana pada umumnya adalah mencari, mendapatkan kebenaran material guna mempertahankan kepentingan umum maka prinsip pemeriksaan perkara pidana dalam persidangan sangat penting eksistensinya oleh karena merupakan salah satu elemen agar persidangan dinyatakan sah dan tidak diancam adanya pembatalan. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa prinsip pemeriksaan tunduk kepada penerapan hukum acara oleh Hakim/Majelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana tersebut.
Pada hakekatnya terhadap prinsip dasar dan tata cara persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri mengacu kepada ketentuan Pasal 55- Pasal 59 Undang-Undang No.3 Tahun 1997, ketentuan-ketentuan KUHAP, pedoman pelaksanaan KUHAP, dan peraturan-peraturan lainnya maka pada asasnya prinsip-prinsip dasar dan tata cara persidangan perkara anak dalam praktik di Pengadilan Negeri adalah sebagai berikut :
a.    Penuntut Umum, Penasihat Hukum, Pembimbing Kemasyarakatan, Orang tua, Wali/Orang tua Asuh dan Saksi wajib hadir dalam siding anak (Pasal 55 Undang-Undang No.3 Tahun 1997)
b.    Pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan (Pasal 56 ayat [1] Undang-Undang No.3 Tahun 1997). Sebelum siding dibuka, hakim memerintahkan agar pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan hasil penelitian kemasyarakatan mengenai anak yang bersangkutan. Ini artinya pembimbing kemasyarakatan menyampaikan laporan itu secara tertulis. Dan kelak bila diperlukan pembimbing kemasyarakatan dapat memberikan kesaksian di depan Pengadilan Anak. Maksud diberikannya laporan sebelum siding dibuka, adalah agar cukup waktu bagi hakim untuk mempelajari laporan hasil penelitian kemasyarakatan itu. Oleh karena itu laporan tidak diberikan pada saat siding berlangsung, melainkan beberapa saat sebelumnya. Hakim wajib meminta penjelasan dari pembimbing kemasyarakatan atas hal-hal tertentu yang berhubungan dengan perkara anak untuk mendapatkan data yang lebih lengkap. Penjelasan ini diberikan di muka siding pengadilan anak. Laporan kemasyarakatan berisi:
1) Data individu anak, keluarga, pendidikan, dan kehidupan sosial anak; dan
2) Kesimpulan atau pendapat dari pembimbing kemasyarakatan tentang anak.
c.  Pembukaan siding anak. Selanjutnya hakim membuka siding dan menyatakan siding tertutup untuk umum, kemudian terdakwa dipanggil masuk keruangan siding bersama orangtua, wali, orang tua asuh, penasihat hukum, dan pembimbing kemasyarakatan. Menurut kebiasaan hakim lalu memeriksa identitas terdakwa, dan setelah itu hakim mempersilahkan jaksa penuntut umum membacakan surat dakwaannya. Sesudahnya kalau ada kepada terdakwa atau penasihat hukumnya diberi kesempatan mengajukan tangkisan atau eksepsi atas dakwaan jaksa penuntut umum
d. Pemeriksaan anak dengan hakim tunggal (Pasal 11 Undang-Undang No.3 Tahun 1997) Pemeriksaan anak di tingkat pertama dengan hakim tunggal, dan dalam hal tertentu di pandang perlu yaitu apabila ancaman pidana atas tindak pidana yang dilakukan anak yang bersangkutan lebih dari 5 (lima) tahun dan sulit pembuktiannya maka Ketua Pengadilan Negeri dapat menetapkan pemeriksaan perkara anak dilakukan dengan hakim majelis. Dengan “hakim tunggal” diharapkan baik langsung ataupun tak langsung dapat lebih mempercepat proses penanganan perkara sehingga peradilan dapat dilaksanakan secara sederhana, cepat dan biaya ringan.

e. Pemeriksaan perkara harus dengan kehadiran terdakwa anak
Sesuai dengan Pasal 58 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 pada waktu pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa anak dibawa ke luar sidang. Sementara orangtua, wali, orangtua asuh, penasihat hukum dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir di ruang sidang. Maksud dari tindakan ini, adalah agar terdakwa anak tidak terpengaruh kejiwaannya apabila mendengar keterangan saksi yang mungkin sifatnya memberatkan. Selesai pemeriksaan saksi-saksi menurut kebiasaan dalam KUHAP acara dilanjutkan dengan mendengar keterangan terdakwa anak itu sendiri.
f. Pemeriksaan dilakukan terlebih dahulu untuk mendengarkan keterangan saksi Sesuai dengan Pasal 58 Undang-Undang No.3 Tahun 1997 pada waktu pemeriksaan saksi, hakim dapat memerintahkan agar terdakwa anak dibawa ke luar sidang. Sementara orangtua, wali, orangtua asuh, penasihat hukum dan pembimbing kemasyarakatan tetap hadir di ruang sidang. Maksud dari tindakan ini, adalah agar terdakwa anak tidak terpengaruh kejiwaannya apabila mendengar keterangan saksi yang mungkin sifatnya memberatkan. Selesai pemeriksaan saksi-saksi menurut kebiasaan dalam KUHAP acara dilanjutkan dengan mendengar keterangan terdakwa anak itu sendiri.
g. Hakim, Penuntut Umum, Penyidik dan Penasihat Hukum serta petugas lainnya tidak memakai toga atau pakaian dinas. Prinsip dasar ini ditegaskan dalam ketentuan Pasal 6 Undang-Undang No.3 Tahun 1997. Adapun maksud mereka tidak memakai toga atau pakaian dinas adalah untuk menghilangkan rasa takut pada diri anak tersebut sehingga dapat memberikan keterangan dengan jelas dan tidak berbelit-belit, dan agar tercipta suasana kekeluargaan pada sidang anak sehingga pendekatan pada waktu memeriksa terdakwa anak dapat dilakukan secara efektif, afektif, dan simpatik. Pada hakekatnya apabila dijabarkan mereka yang tidak memakai toga atau pakaian dinas/PDH berlaku bagi Hakim dan Penuntut Umum, sedangkan bagi penyidik tidak memakai pakaian dinas dan bagi Penasihat Hukum tidak memakai toga.
h. Mengemukakan hal-hal yang bermanfaat bagi anak
Menurut ketentuan Pasal 59 ayat (1) Undang-Undang No.3 Tahun 1997, sebelum mengucapkan putusannya, hakim member kesempatan kepada orangtua, wali, atau orangtua asuh untuk mengemukakan segala hal ihwal yang bermanfaat bagi anak, dengan alasan bahwa selama ini kurang memperhatikan anaknya, sehingga melakukan kenakalan. Orangtua/wali/orangtua asuh, memohon kepada hakim untuk tidak menjatuhkan putusan pidana tetapi menyerahkan kepada mereka, dengan janji bahwa mereka akan lebih berupaya mendidik anaknya. Selesai acara ini jaksa penuntut umum menyampaikan requisitoir (tuntutan hukum) atas diri terdakwa anak. Selanjutnya penasihat hukum terdakwa anak menyampaikan pula pledoi (pembelaan) atas terdakwa anak tersebut.
i.      Putusan
Dalam mengambil keputusan, Hakim wajib mempertimbangkan Laporan Penelitian Kemasyarakatan dan putusan harus diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum. Putusan yang tidak diucapkan dalam sidang yang terbuka untuk umum adalah batal demi hukum. Namun dalam Undang- Undang No.3 Tahun 1997 tidak menjelaskan alas an Laporan pembimbing Kemasyarakatan ini diwajibkan dipertimbangkan Hakim dalam mengambil keputusannya. Hakim tidak terikat penuh pada laporan penelitian tersebut, hanya merupakan bahan pertimbangan bagi Hakim untuk mengetahui latar belakang anak melakukan kenakalan. Hakim pengadilan dalam mengambil keputusan lebih terfokus pada hasil pemeriksaan di depan siding pengadilan.

C. DasarPertimbanganKeputusan Hakim
Hakim yang menangani perkara pidana anak sedapat mungkin mengambil tindakan yang tidak memisahkan anak dari orang tuanya, atas pertimbangan bahwa rumah yang jelek lebih baik dari Lembaga Pemasyarakatan Anak yang baik (a bad home is better than a good institution/prison). Hakim seharusnya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum siding dilakukan. Dalam mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Dihindarkan putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan hakim bermotif perlindungan.
Bila tidak ada pilihan lain kecuali menjatuhkan pidana terhadap anak, patut diperhatikan pidana yang tepat. Untuk memperhatikan hal tersebut, patut dikemukakan sifat kejahatan yang dilakukan; perkembangan jiwa anak; tempat menjalankan hukuman. Berdasarkan penelitian normatif, diketahui bahwa yang menjadi dasar pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan, antara lain :
a.    Keadaan psikologis anak pada saat melakukan tindak pidana.
b. Keadaan psikologis anak setelah dipidana.
c. Keadaan psikologis Hakim dalam menjatuhkan pidana.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa dasar pertimbangan Hakim menjatuhkan pidana terhadap anak, adalah latar belakang kehidupan anak yang meliputi keadaan anak baik fisik, psikis, social maupun ekonominya, keadaan rumah tangga orang tua atau walinya, keterangan mengenai anak sekolah atau tidak, hubungan atau pergaulan anak dengan lingkungannya yang dapat diperoleh Hakim dari Petugas Pemasyarakatan. Pertimbangan dijatuhkannya pidana, adalah dengan harapan selama berada di Lembaga Pemasyarakatan Anak, anak yang bersangkutan mendapat bimbingan dan pendidikan dari Pembimbing Kemasyarakatan.
Dalam menjatuhkan pidana terhadap anak nakal, Hakim memperhatikan hal-hal yang dapat memberatkan dan hal-hal yang dapat meringankan. Hal-hal yang memberatkan seperti :
1)  Perbuatan terlalu berlebihan dan bahkan menyamai kejahatan yang dilakukan orang dewasa.
2) Anak pernah dihukum.
3) Usianya sudah mendekati dewasa.
4) Anak cukup berbahaya.
Hal-hal yang meringankan yaitu :
1) Si terdakwa mengakui terus terang perbuatannya
2) Terdakwa menyesali perbuatannya
3) Terdakwa belum pernah dihukum;
4) Terdakwa masih muda dan masih banyak baginya kesempatan untuk memperbaiki kesalahannya;
5) Bila tindakannya dilatarbelakangi pengaruh yang kuat dari keadaan lingkungannya, keluarga berantakan, anak ditelantarkan atau kurang dipehatikan orangtuanya.

D.   Sanksi Terhadap Anak Nakal
Putusan hakim dalam siding pengadilan anak dapat berupa menjatuhkan pidana atau tindakan kepada terdakwa anak nakal. Pidana itu dapat berupa (Pasal 23 Undang-Undang No.3 Tahun 1997):
1) Pidana penjara
2) Pidana kurungan                                                   
3) Pidana denda, atau
 4) Pidana pengawasan.      
Disamping pidana pokok, juga dapat dihukum dengan pidana tambahan berupa:
1) Perampasan barang-barang tertentu; dan/atau
2) Pembayaran ganti kerugian.                 

BAB III
PENUTUP

A.  Kesimpulan
§  Tugas Hakim yaitu memeriksa dan memutus perkara anak dalam tingkat pertama sebagai hakim tunggal.
§  Tujuan penanganan perkara pidana adalah mencari, mendapatkan kebenaran material guna mempertahankan kepentingan umum maka prinsip pemeriksaan perkara pidana dalam persidangan sangat penting eksistensinya oleh karena merupakan salah satu elemen agar persidangan dinyatakan sah dan tidak diancam adanya pembatalan. Dengan demikian dapat disebutkan bahwa prinsip pemeriksaan tunduk kepada penerapan hokum acara oleh Hakim/Majelis Hakim yang menyidangkan perkara pidana.
§  Berdasarkan penelitian normatif, diketahui bahwa yang menjadi dasar pertimbangan bagi Hakim dalam menjatuhkan putusan, antara lain :
b.    Keadaan psikologis anak pada saat melakukan tindak pidana.
b. Keadaan psikologis anak setelah dipidana.
c. Keadaan psikologis Hakim dalam menjatuhkan pidana.
§  Adapun sanksi-sanksi kepada anak nakal,menurut Undang-Undang No.3 Tahun 1997,Pasal 23,yaitu:
1) Pidana penjara
2) Pidana kurungan                                     
3) Pidana denda, atau
 4) Pidana pengawasan.       
Disamping pidana pokok, juga dapat dihukum dengan pidana tambahan berupa:
1) Perampasan barang-barang tertentu; dan/atau
2) Pembayaran anti kerugian.     
B. Saran
Hakim seyogianya benar-benar teliti dan mengetahui segala latar belakang anak sebelum siding dilakukan. Dalam mengambil putusan, hakim harus benar-benar memperhatikan kedewasaan emosional, mental, dan intelektual anak. Dihindarkan putusan hakim yang mengakibatkan penderitaan batin seumur hidup atau dendam pada anak, atas kesadaran bahwa putusan hakim bermotif perlindungan.

DAFTAR PUSTAKA

Pasal 1 butir 7 KUHAP
Pasal 1 butir 6 KUHAP
                                                                                    

0 komentar :

Post a Comment